:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5215441/original/096767400_1746850507-e32792fa-da24-4c80-b476-9d16ede2427a.jpg)
Liputan6.com, Jakarta Individu dengan riwayat trauma masa kecil memiliki risiko 2,63 kali lebih tinggi untuk mengalami gangguan bipolar dibandingkan mereka yang tidak memiliki trauma masa kecil
“Trauma masa kecil, seperti kekerasan fisik, emosional, seksual, dan pengabaian dapat meningkatkan adanya faktor risiko. Demikian halnya pada eksposur terhadap kekerasan dalam rumah tangga atau perundungan,” kata dokter spesialis psikiatri di Rumah Sakit Universitas Sebelas Maret (RS UNS), Surakarta, dr. Lisetiawati, Sp.K.J., mengutip laman UNS, Minggu (11/5/2025).
Lisetiawati menekankan bahwa kekerasan emosional merupakan jenis trauma yang paling sering berkontribusi terhadap timbulnya gangguan bipolar.
Trauma masa kecil sendiri dapat memengaruhi perkembangan otak, khususnya area yang berkaitan dengan regulasi emosi dan respons terhadap stres, seperti hipokampus dan amigdala. Kerusakan pada area ini dapat meningkatkan sensitivitas terhadap stres dan mengganggu kemampuan individu dalam mengatur emosi. Hal tersebut meningkatkan kerentanan terhadap gangguan bipolar.
Bipolar adalah gangguan mental yang ditandai dengan perubahan suasana hati yang sangat ekstrem. Bipolar tergolong dalam ragam disabilitas mental seperti tercantum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
“Gangguan bipolar seperti dua kutub yang berlawanan, di satu sisi ada kebahagiaan yang luar biasa dan di sisi lain ada kesedihan yang mendalam,” jelas Lisetiawati melalui siaran langsung di Kanal Youtube Rumah Sakit UNS, Senin (11/3/2025).
Perasaan yang berubah-ubah jadi salah satu ciri bipolar. Namun ciri-ciri tersebut mirip dengan moody.
Episode Manik dan Depresi Bipolar
Pada episode manik, sambungnya, pengidap bipolar mengalami kebahagiaan yang berlebihan, peningkatan energi, dan perilaku impulsif.
Sebaliknya, pada episode depresi, pengidap merasakan kesedihan mendalam, kehilangan minat, dan keputusasaan. Perubahan suasana hati yang drastis ini dapat memengaruhi kualitas hidup dan fungsi sehari-hari.
Lisetiawati menjelaskan, masyarakat dapat mengenali gangguan bipolar dengan memperhatikan tanda-tanda tertentu. Gejala gangguan bipolar pada episode manik ditandai dengan:
- perasaan gembira yang berlebihan;
- penurunan kebutuhan tidur;
- peningkatan energi;
- nafsu seksual yang meningkat;
- perilaku impulsif seperti menghamburkan uang; serta
- membuat keputusan tiba-tiba.
“Pada episode manik, gejala psikotik seperti waham kebesaran dan halusinasi dapat muncul.”
Gejala Episode Depresi Bipolar
Pada Episode Depresi, gangguan bipolar ditandai dengan:
- perasaan sedih yang berkepanjangan;
- kehilangan minat atau kesenangan;
- Kelelahan;
- perasaan tidak berharga atau bersalah;
- kesulitan berkonsentrasi;
- perubahan nafsu makan;
- gangguan tidur; dan
- pikiran untuk bunuh diri.
Penanganan Bipolar
Lisetiawati menekankan, bipolar bukanlah gangguan yang dapat membaik dalam satu kali kunjungan ke dokter.
Terapi dengan obat-obatan seperti mood stabilizer dan antidepresan sangat diperlukan untuk mengontrol gejala.
Selain itu, psikoterapi seperti Mindfulness Base Cognitive Therapy (MBCT), Cognitive Behavioral Therapy (CBT), Dialectical Behavior Therapy (DBT), juga dengan terapi keluarga dapat membantu pasien dalam mengelola emosi dan membangun pola pikir yang lebih sehat.
Ia menyoroti pentingnya dukungan keluarga dalam proses pemulihan pengidap bipolar. Oleh karena itu, keluarga diharapkan dapat memahami kondisi pengidap dan memberikan dukungan yang konsisten.
“Support dari keluarga sangat penting agar kondisi penderita tetap stabil,” tegasnya.
… Selengkapnya
No responses yet